Rabu, 20 April 2016

Untuk Mereka yang Lagi-lagi Menciptakan Duka



Kalau nggak mau dikritisi
Kalau nggak mau di nasehati
Kalau nggak mau dicaci
Kalau nggak mau punya pembenci
Dan kalau maunya cuma punya pecinta sejati
Juga hanya ingin dipuji sepanjang hari
Jangan hidup di bumi
Sana pergi ke mars, masih nggak berpenghuni
Kamu bebas hidup tanpa asasi
Dan disana hidup kamu  nggak aka nada yang ngomentari


Saya sebal dengan seseorang hari ini. Ah tidak sudah sejak lama sebenarnya, tapi saya tahan sebisa saya agar tidak muntah ke permukaan. Sebenarnya, beberapa hari lalu sebal saya sudah mulai mereda. Tapi hari ini kembali meluap-luap. Walau tidak sampai muntah ke permukaaan, sebab itu bukan cara saya untuk menunjukkan bagaimana marahnya diri saya. Ya saya marah, saya sebal dan saya ingin membungkam mulutnya. Salah, bukan dia maksud saya. Tapi mereka, walau yang dua hanya sekedar “peran pendukung”. Tapi tetap saja, hati saya tak bisa menyembunyikan kegeraman saya pada mereka.
Berulang kali saya harus menghembuskan napas keras-keras. Berharap, beban yang bersemayam bisa lepas bersamaan dengan hembusan CO2 dari hidung saya. Manjur. Walau tidak seluruhnya. Karena bagaimanapun hati saya masih tidak terima. Dan otak dengan baiknya membantu hati untuk memikirkan bagaimana caranya membalaskan sakitnya hati saya pada mereka. Beberapa kali saya setuju dengan pemikiran otak saya. Pikiran gila banyak berseliweran dan saya cukup percaya diri bahwa itu dapat membungkam mulut mereka. Tapi kemudian saya berpikir, jika saya membalas apa yang mereka lakukan pada saya, berarti saya berada pada kasta yang sama dengan mereka dan juga berarti saya tidak percaya pada Allah sepenuhnya. Karena bukankah, Allah selalu punya cara-Nya sendiri untuk mereka yang dalam tanda kutip dizalimi. Kita tidak selalu bisa menilai itu benar atau salah apa yang kita lakukan nanti untuk membalas dendam, begitu juga saya. Bisa jadi itu benar menurut hati saya, karena saat ini hati saya sedang sakit-sakitnya dengan perlakuan mereka, tentu hati saya akan membenarkan apa saja yang saya lakukan, entah itu baik atau sebaliknya. Tapi bagaimana dengan bagian terdalam juga tersuci dari hati saya, hati nurani. Apakah ia membetulkannya. Saya menggeleng sebagai perwakilan dari hati nurani saya. Perbuatan balas dendam tidak selalu baik bahkan tidak akan pernah.
Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan untuk mereka. Saya tidak mau membalas dendam pada mereka, juga tidak ingin hanya diam saja, dengan apa yang mereka lakukan juga katakan pada saya. Saya tahu saya hidup dengan orang banyak. Dan mau tidak mau saya harus menerima apa saja pendapat mereka tentang apa yang saya lakukan, entah itu baik atau buruk. Tapi bukankah, seharusnya saya tidak peduli dan  saya abaikan apa saja yang mereka katakan. Tapi  saya sudah mencoba, dan gagal. Saya terus memikirkannya sepanjang hari. Seperti menggali luka hati yang semakin dalam. Berulang kali saya melontarkan pertanyaan yang sama, “Apa yang harus saya lakukan?” Dan hanya malam yang kosong datang sebagai jawaba. Entahlah bagaimana ini. Tapi yang jelas saya hanya bisa mengadu kepada-Nya, berharap hal baik datang pada mereka. Dan mereka sadar, apa yang mereka lakukan salah. Ya begitu saja. Saya rasa cukup. AllahMaha Tahu yang terbaik ‘kan, untuk saya juga mereka. Ah, sudahhhh. Saya lelah. Yang penting sekarang sudah tumpah ruahkan segala apa yang saya rasa, pada sahabat baik saya, sebuah tulisan. Setidaknya dengan begini hati saya sudah mulai membaik. Untuk hari ini, entah untuk esok saat kembali bertemu dengan dia di sekolah. Saya hanya berdoa, semoga Tuhan menulikan telinga saya dan membutakan mata saya saat berpapasan dengan mereka. Sebab saya hanya tidak ingin luka bersemyam lebih lama di hati saya. Sudah begitu. Terimakasih untuk mau membaca. Selamat malam, semoga hari ini dan selanjutnya hatimu tentram, begitu juga saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar