Rabu, 24 Agustus 2016

(bukan) Takdir yang Salah

Jikalau di setiap musibah, syukur lebih kudahulukan. Maka musibah yang lain tentu tidak datang dengan gampang.

Saya cuma lupa, sering lupa lebih tepatnya. Bila musibah yang datang, sebenarnya adalah hasil dari perbuatan saya sendiri. Tapi bodohnya saya sabagai manusia, justru sibuk mengutuk bila takdir yang salah.
Jahat. Pasti di mata-Nya saya sangat jahat, sampai mengingkan secapatnya saya minggat dari dunia. Tapi Allah tidak seemosional itu, saya yakin. Dia pasti mengerti sekali, bagaimana rupa hati makhluk yang Dia ciptakan dari segumpal darah ini.
Hal yang sering saya lakukan adalah, saya lupa mengintropeksi diri, setelah musibah datang bagai air bah tanpa henti. Padahal dari sana, Allah sedang mengirimkan pesan-Nya untuk bagaimana seharusnya saya melangkah ke depannya. Agar tidak mengulangi hal yang sama. Tapi lagi-lagi sifat “manusia” saya yang kental dengan malas, acuh tak acuh, egois dan sifat yang terkadang mirip bak binatang yang tidak berakal. Saya terkadang malu.
Betapa kurang ajarnya saya, sebagai hamba yang tak bisa apa-apa, kecuali dengan ijin-Nya.  Betapa sombongnya saya berpikir, bila kesalahan-kesalahan bisa diperbaiki nanti. Padahal lahir dan mati tak pernah bisa diprediksi.

Saya tidak tahu harus menulis apa lagi. Hati saya sedang sedemikian gamangnya, menghadapi musibah yang baru menyapa. Tapi semoga dengan menulis ini, bisa menjadi obat untuk hati saya. Bila musibah tidak selalu salah, justru peringatan dari Allah agar berbenah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar