Jikalau di setiap
musibah, syukur lebih kudahulukan. Maka musibah yang lain tentu tidak datang
dengan gampang.
Saya cuma lupa, sering
lupa lebih tepatnya. Bila musibah yang datang, sebenarnya adalah hasil dari
perbuatan saya sendiri. Tapi bodohnya saya sabagai manusia, justru sibuk
mengutuk bila takdir yang salah.
Jahat. Pasti di
mata-Nya saya sangat jahat, sampai mengingkan secapatnya saya minggat dari
dunia. Tapi Allah tidak seemosional itu, saya yakin. Dia pasti mengerti sekali,
bagaimana rupa hati makhluk yang Dia ciptakan dari segumpal darah ini.
Hal yang sering saya
lakukan adalah, saya lupa mengintropeksi diri, setelah musibah datang bagai air
bah tanpa henti. Padahal dari sana, Allah sedang mengirimkan pesan-Nya untuk
bagaimana seharusnya saya melangkah ke depannya. Agar tidak mengulangi hal yang
sama. Tapi lagi-lagi sifat “manusia” saya yang kental dengan malas, acuh tak
acuh, egois dan sifat yang terkadang mirip bak binatang yang tidak berakal. Saya
terkadang malu.
Betapa kurang ajarnya
saya, sebagai hamba yang tak bisa apa-apa, kecuali dengan ijin-Nya. Betapa sombongnya saya berpikir, bila
kesalahan-kesalahan bisa diperbaiki nanti. Padahal lahir dan mati tak pernah bisa
diprediksi.
Saya tidak tahu harus
menulis apa lagi. Hati saya sedang sedemikian gamangnya, menghadapi musibah
yang baru menyapa. Tapi semoga dengan menulis ini, bisa menjadi obat untuk hati
saya. Bila musibah tidak selalu salah, justru peringatan dari Allah agar
berbenah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar