Lagi-lagi saya cuma
bisa menghela napas panjang, berusaha mengusir sesak yang terus mendesak.
Saya tidak yakin sejak
kapan. Tapi perasaan ini tiba-tiba tumpah dan membanjiri seluruh hati saya.
Kemudian hati saya menjadi compang-camping, karena “kebanjiran” tersebut.
Saya tidak tahu harus
berkata apa lagi. Saya sudah lelah menatap kaca, kemudian meyakinkan pada diri
saya, bila apa yang saya rasakan sekarang hanya tipuan belaka.
Cuma ya begitu. Otak
saya begitu kurang ajar, terus membuat saya terpaku pada satu nama. Hingga membuat
saya terus mengingatnya dari awal bangun tidur sampai kembali tertidur.
Saya sebenarnya paham
apa yang terjadi pada diri saya. Otak saya terus membuat banyak tipuan,
mempercantiknya dengan hipotesa-hipotesa yang belum terverivikasi kebenarannya.
Otak saya seaakan membuat
semua yang dia lakukan pada saya, diterjemahkan dengan artian yang berbeda,
seolah dia yang wajahnya sering menungjungi mimpi saya, juga sedang jatuh cinta
pada saya.
Dalam ilmu psikologi,
ini termasuk gangguan jiwa. Bukan berat sebenarnya . namun walau saya tahu,
saya tetap tak bisa sepenuhnya mengontrol diri saya untuk diam mengabaikannya.
Juga untuk terus jatuh semakin dalam, pada
hatinya;pada perasaan yang sebenarnya masih meraba-raba.
Saya sakit ya Allah.
Sakit dalam artian yang belum saya pahami seutuhnya. Tapi bagian dari saya
terus merasakan sesak yang tidak berkesudahan. Seolah tanpa dia, saya bisa
gila.
Saya tidak bisa terus
seperti ini. Saya seperti orang bodoh sekarang. Bodoh dalam artian yang
sesungguhnya. Menunggu manusia yang sebenarnya tidak inggin ditunggu.
Saya ingin berhenti.
Terkadang lelah terus berharap dia kembali menghubungi. Tapi entah bagaimana,
wajahnya tak kunjung henti hadir dalam mimpi.
Harapan saya pecah.
Bersama kenangan yang masih berdarah-darah. Jikapun nanti dia tak kembali untuk
menghapus lelah, pada akhirnya hanya kepadaMu saya berserah.
Selamat malam. Dari
yang sering berharap kamu tiba-tiba muncul di hadapanku. (776)
Sumber foto: Favim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar