Rabu, 04 Mei 2016

Salam Dari Aku yang Pernah Menyemogakan Kamu Menjadi Imamku



Bagaimana kabarmu? Semoga selalu dalam lindungan Sang Pecipta. 

Lagi-lagi aku hanya bisa mendoakan kamu di antara sekat jarak yang memisahkan ruang di antara aku dan kamu. Dalam tulisan ini, aku tak mau menyebut kata kita, karena aku takut, sebutan “kita” hanyalah ilusi yang kuciptakan sendiri , yang hanya untuk membahagiaakan diriku sendiri, yang hanya untuk menghibur diriku sendiri, yang sebenarnya tak ada sama sekali. Selain hanya kosong dan melompong.
Jarak dan waktu tak akan berarti, karena kau akan selalu dalam doaku pada Illahi.

Kamu di sana bagaimana kabarnya? Apakah sebaik dulu, saat kamu akhirnya memutuskan pergi. Ah, lagi-lagi aku menanyakan kabarmu. Haha, mungkin ini karena aku benar-benar rindu. Pada senyummu, pada tawamu, pada segalanya tentang kamu. Sungguh. Lalu bagaimana dengan kamu, apa kamu rindu padaku? Haha pertanyaan bodoh. Mana mungkin. Itu hal yang muskil. Tak mungkin kan kamu rindu aku.
Kemarin fotomu, mampir di social mediaku. Hanya sebentar aku melihatnya. Sebab aku takut, bila semakin lama aku memandangnya, yang aku takuti, aku kembali terpuruk dalam kenangan, yang berbulan-bulan aku coba untuk buang. Tapi sebagian hatiku merasa tidak tahan, aku naikkan kembali, mencari nama kamu. Dan aku menemukannya. Masih dengan foto yang sama, tapi kali ini dengan sensasi berbeda. Entah perasaan apa ini namanya, tapi yang jelas bagian dari diriku terasa memanas, ketika aku melihat kamu berfoto dengan seorang wanita. Memang bukan kamu yang menguploadnya, tapi dia yang menandai kamu. Tapi sungguh, bagaimanapun itu, aku tidak suka. Ah bolehkah aku bertanya lagi, perasaan gila macam apa ini yang aku rasakan? Aku tak berani menyebutnya cemburu, walau sebelumnya aku terang-terangan menyebut driku merindu kamu.
Tapi yang saya yakini tentang foto itu, dia bukan kekasihmu. Ya aku yakin, seratus bahkan seribu persen. Karena kamu sendiri yang bilang walau tidak kamu jelaskan secara langsung, dalam social mediamu, bila sejatinya pria adaah yang tidak “menyentuh” wanita sebelum tiba masanya. Dan dari keyakinanmu itu, saya belajar lebih dalam tentang makna sejatinya dari rasa cinta. Sangat dalam, hingga menjadikan saya seperti yang sekarang ini. Terus memperbaiki diri, hingga menemukan jodoh saya nanti. Tapi dengan ini, bukan berarti saya bermaksud meminta kamu yang menjadi imam untuk sholat lima waktu saya nanti. Bukan. walau sebenarnya, doa itu pernah kulantunkan berulang kali, dalam sujud panjangku. Tapi doa itu sudah lama kadaluwarsa, bahkan aku sudah lupa kapan terakhir kali aku mendoakan kamu dalam sujud-sujudku.  Karena sesungguhnya, aku tidak ingin mengharapkanmu terlalu banyak, hingga aku mengabaikan kenyataan yang ada, dan hanya berfokus pada kamu, tanpa memantaskan diriku. Siapa yang bisa menjamin bila kamu adalah jodohku, walau kamu tidak pernah absen dalam doa-doaku.  Karena aku sendiri tidak ingin medikte Allah dalam masalah jodoh, bukankah Allah selalu yang paling tahu mana yang terbaik untuk kita. Mungkin bagiku, kamu yang terbaik, tapi siapa yang tahu bila tenyata di masa depan, kebersamaan kita bukan yang Allah ijinkan. Bukankah, akan buruk nanti hasilnya. Lalu sekarang, biarkan saya memperbaiki diri. Untuk masalah siapa yang akan berdiri di depan saya, saat sholat lima waktu nanti, itu adalah urusan Allah. Tidak baik, mencampuri urusan-Nya, di saat kita tidak tahu dengan benar, apa yang terbaik untuk kita sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar