Bagaimana
kabarmu? Semoga selalu dalam lindungan Sang Pecipta.
Lagi-lagi
aku hanya bisa mendoakan kamu di antara sekat jarak yang memisahkan ruang di
antara aku dan kamu. Dalam tulisan ini, aku tak mau menyebut kata kita, karena
aku takut, sebutan “kita” hanyalah ilusi yang kuciptakan sendiri , yang hanya
untuk membahagiaakan diriku sendiri, yang hanya untuk menghibur diriku sendiri,
yang sebenarnya tak ada sama sekali. Selain hanya kosong dan melompong.
Jarak dan waktu tak akan berarti, karena kau akan selalu dalam doaku pada Illahi. |
Kamu
di sana bagaimana kabarnya? Apakah sebaik dulu, saat kamu akhirnya memutuskan
pergi. Ah, lagi-lagi aku menanyakan kabarmu. Haha, mungkin ini karena aku
benar-benar rindu. Pada senyummu, pada tawamu, pada segalanya tentang kamu.
Sungguh. Lalu bagaimana dengan kamu, apa kamu rindu padaku? Haha pertanyaan
bodoh. Mana mungkin. Itu hal yang muskil. Tak mungkin kan kamu rindu aku.
Kemarin
fotomu, mampir di social mediaku.
Hanya sebentar aku melihatnya. Sebab aku takut, bila semakin lama aku
memandangnya, yang aku takuti, aku kembali terpuruk dalam kenangan, yang berbulan-bulan
aku coba untuk buang. Tapi sebagian hatiku merasa tidak tahan, aku naikkan
kembali, mencari nama kamu. Dan aku menemukannya. Masih dengan foto yang sama,
tapi kali ini dengan sensasi berbeda. Entah perasaan apa ini namanya, tapi yang
jelas bagian dari diriku terasa memanas, ketika aku melihat kamu berfoto dengan
seorang wanita. Memang bukan kamu yang menguploadnya,
tapi dia yang menandai kamu. Tapi sungguh, bagaimanapun itu, aku tidak suka. Ah
bolehkah aku bertanya lagi, perasaan gila macam apa ini yang aku rasakan? Aku tak
berani menyebutnya cemburu, walau sebelumnya aku terang-terangan menyebut driku
merindu kamu.
Tapi
yang saya yakini tentang foto itu, dia bukan kekasihmu. Ya aku yakin, seratus
bahkan seribu persen. Karena kamu sendiri yang bilang walau tidak kamu jelaskan
secara langsung, dalam social mediamu,
bila sejatinya pria adaah yang tidak “menyentuh” wanita sebelum tiba masanya.
Dan dari keyakinanmu itu, saya belajar lebih dalam tentang makna sejatinya dari
rasa cinta. Sangat dalam, hingga menjadikan saya seperti yang sekarang ini. Terus
memperbaiki diri, hingga menemukan jodoh saya nanti. Tapi dengan ini, bukan
berarti saya bermaksud meminta kamu yang menjadi imam untuk sholat lima waktu
saya nanti. Bukan. walau sebenarnya, doa itu pernah kulantunkan berulang kali,
dalam sujud panjangku. Tapi doa itu sudah lama kadaluwarsa, bahkan aku sudah
lupa kapan terakhir kali aku mendoakan kamu dalam sujud-sujudku. Karena sesungguhnya, aku tidak ingin
mengharapkanmu terlalu banyak, hingga aku mengabaikan kenyataan yang ada, dan
hanya berfokus pada kamu, tanpa memantaskan diriku. Siapa yang bisa menjamin
bila kamu adalah jodohku, walau kamu tidak pernah absen dalam doa-doaku. Karena aku sendiri tidak ingin medikte Allah
dalam masalah jodoh, bukankah Allah selalu yang paling tahu mana yang terbaik
untuk kita. Mungkin bagiku, kamu yang terbaik, tapi siapa yang tahu bila
tenyata di masa depan, kebersamaan kita bukan yang Allah ijinkan. Bukankah,
akan buruk nanti hasilnya. Lalu sekarang, biarkan saya memperbaiki diri. Untuk
masalah siapa yang akan berdiri di depan saya, saat sholat lima waktu nanti,
itu adalah urusan Allah. Tidak baik, mencampuri urusan-Nya, di saat kita tidak
tahu dengan benar, apa yang terbaik untuk kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar