Rabu, 05 Oktober 2016

Moralitas Hanya Masalah Waktu



Moralitas hanya masalah waktu.
Iya betul. Itu adalah salah satu pernyatan terkeren dan paling sesuai dengan relita jaman sekarang, yang saya temukan dari salah satu judul buku.
Sebab begini, jika hal-hal baik tidak lagi dihargai, maka akan tenggelam bersama waktu yang terus berputar tanpa henti.

Seperti yang saya rasakan hari ini. Entah, rasanya saya ingin melepas hal-hal yang berbau moralitas tersebut dari prinsip hidup saya.
Saya kecewa. Saya capek. Dan jujur saya ingin marah juga. Dalam satu waktu sekaligus.
Ketika saya memegang erat prinsip kejujuran dalam hidup saya, tapi dihempaskan begitu saja hanya karena nilai ulangan saya tidak memenuhi harapannya. Nya disini siapa, biar saya jelaskan, biar terang. Dia adalah seorang guru. Iya betul seorang guru. Yang seharusnya sikapnya digugu dan ditiru. Tapi berkat dia, saya hampir melepaskan prinsip kejujuran saya. Yang selama ini selalu saya elu-elukan pada diri saya sendiri, bila sesulit apapun kondisinya, saya harus jujur.
Bahkan karena pernyataannya, saya hampir berpikir, “Ah besok-besok saya nyontek saja, ketika ulangan. Biar nilai saya bagus kaya punya teman-teman. Biar saya tidak mendapat nilai terendah. Dan yang terpenting, biar saya tidak direndahkan oleh dia, atau mereka? Ah entahlah.”
Saya sebenarnya ingin “bodo amat” dengan pernyataan yang diutarakannya. Tapi saya selalu gagal. ini benar-benar menganggu.
Di depan teman-teman, saya dipermalukan, ditanya “Kenapa ulanganmu bisa dapat nilai terendah? Maka dari itu, jangan terburu-buru. Masa masih baru ngerjain beberapa menit, sudah selesai.”
Baik. Bila saat itu saya tdak bisa mengkonfirmasi langsung padanya. Maka di sini akan saya tulis, tidak peduli nanti beliau membaca atau tidak. Tapi biar tulisan ini, menjadi penenang untuk hati saya yang sedang gaduh.
Iya betul. Saya memang mengerjakan ulangan tersebut, dalam waktu yang cukup singkat. Karena sebelumnya, memang sudah diberikan kisi-kisi mengenai ulangan yang akan keluar kan? Jadi saya pelajari, latihan-latihan soal tersebut habis-habisan, berdiskusi dengan beberapa teman, juga berharap semoga ulangan kali ini mendapat nilai yang lumayan.
Dan ketika saya membuka soal-soal ulangan yang sesungguhnya, ternyata benar, tidak jauh beda. Saya bersyukur, sudah sempat mempelari sebelumnya. Jadi saya santai sekali mengerjakannya, malah beberapa kali bergurau dengan teman di samping kanan kiri saya. Padahal itu ulangan tengah semester. Tapi saya tenang, karena saya sudah mempelajari sebelumnya.
Tidak butuh banyak waktu untuk saya, dan teman-teman  mengerjakan ulangan yang diajukan. Sehingga setekah selesai, saya langsung menekan tombol finish. Tapi karena  saya dan teman samping saya, sedikit dilingkupi rasa khawatir, kami akhirnya bertukar handphoneuntuk kemudian menekan tombol finish, setidaknya dengan itu kami tidak terlalu kaget dengan hasilnya nanti. Walau kami yakin, kami akan mendapat nilai bagus.
Dan. Boom. Nilai yang saya dapatkan tidak sesuai harapan.
Apakah saya kecewa? Iya dan tidak.
Tidak, karena saya jujur selama ulangan ini. Walau saya satu, dua kali sempat “nakal” mengakali ulangan ini.
“Bodoh. Itu namanya tidak jujur,” kata pikiran saya mengingatkan.
Iya kecewa, karena ekspektasi saya jauh lebih tingggi dari ini, walau nilai saya sudah mencapai nilai KKM. Dan yang paling membuat saya kecewa. Kejujuran saya tidak dihargai.
Baik. Sebelumnya akan saya konfirmasi. Ada satu atau dua soal, entahlah saya lupa. Yang saya terpaksa bertanya pada teman.
Mungkin ini hukuman dari Allah.
Ketidakjujuran memang selalu berdampak kurang baik.
Kalau sudah begini, apa yang bisa saya banggakan? Nilai baik? Bukan. Kejujuran. Sudah tidak lagi bisa.
Tapi biarkan saya sampaikan pembelaan saya.
Dibanding teman-teman yang memang kebanyakan berdiskusi dengan teman lainnya saat ulangan. Saya tidak pernah mau melakukan itu. Tapi entah, hari ini memang seperti ujian untuk saya. Kondisi memaksa saya berbuat hal demikian. Saya dan teman-teman ulangan, di ruang perpustakaan, yang tempat duduk antara satu dan lainnya, terpkasa harus berdekatan karena minimnya ruang.
Dan saya akan kembali lagi ke pembelaan saya.
Ulangan yang sebelumnya. Saya pure jujur. Walau saya mendapat nilai yang kurang maksimal.
Tapi saya masih bisa bahagia. Walau nilai saya jauh dari teman-teman. Walau guru saya tidak menghargai saya. Walau kemudian saya dipandang sebelah mata. Bah! Karepmu! Bodo amat!
Tapi hari ini, adalah puncak dari segala kekecewaan saya.
Benar. Moralitas hanyalah masalah waktu.
Tidak peduli kapanpun itu, pasti ada waktu-waktu tertentu yang membuat kita harus terpaksa atau dipaksa melepas prinsip tersebut.
Bisa jadi, banyak orang di luar sana, yang sekarang mencuri, korupsi, adalah orang yang jujur sebelumnya. Tapi karena tidak dihargai, mereka merasa percuma. Hidup seperti tak ada lagi nikmatnya. Walau Allah sedang menyiapkan hadiah untuk kejujuran kita. Tapi karena gelap mata, ya sudah bohongin orang saja.
Ah. Dunia itu jahat.
Tapi setidaknya hari ini, saya belajar banyak. Biarlah bila saya dihujat. Selama kejujuran masih saya pegang erat. Saya tidak peduli.
Maafkan saya ya, ya Allah. Saya nakal hari ini. Mungkin kejadian tadi, hukuman untuk saya. Tidak papa.
Walau hati saya sempat babak belur.
Tapi semoga mempertebal keyakinan untuk diri saya, dan kamu yang membaca. Bila kejujuran tidak akan pernah ada ruginya.
Setidaknya nanti di akhirat, ada amalan yang bisa kamu “banggakan”.
Kan bisa nanti waktu dipengadilan-Nya bilang gini, “Ya Allah, selama hidup saya selalu berbuat dan berkata jujur waktu ulangan, padahal teman-teman lainnya nyontek. Boleh ya, Ya Allah, minta tempat di surga?”
Ehe. Asik nggak tuh.
Ya alhamdulillah. Sekarang saya sudah mulai tenang.
Ya sudah ya. Sudah malam di sini. Mau belajar dulu buat ulangan besok.
51016
20.54

Tidak ada komentar:

Posting Komentar