Kemarin
saya bertengkar dengan seseorang. Sebentar. Biar saya perhalus, berdiskusi.
Walau masing-masing dari kami sama berdarah-darahnya saat mengutarakan opini.
Mungkin
berdebat saja, lebih tepat.
Ah
sudah, tidak perlu diperpanjang lagi, apa istilah yang tepat untuk interaksi
kami ini.
Tapi
sungguh. Apa yang dia lakukan kepada saya, benar-benar membuat saya tidak
nyaman.
Siang-siang
sebuah pesan masuk ke akun line saya.
Cuma pesan biasa sebenarnya. Dan saya balas sekenanya. Kemudian beberapa jam
kemudian, masuk lagi pesan dari orang yang sama.
Sebelum
saya lanjutkan ceritanya, biar saya jelaskan terlebih dahulu identitas orang
yang mengirimi pesan tersebut.
Jadi
dia adalah salah satu admin sebuah
media partner di kota Malang. Untuk detailnya, mungkin tidak perlu saya
bicarakan, kasihan, nanti citranya jadi buruk. Atau mungkkin jika saya berubah
pikiran, bisa saya sebut sewaktu-waktu nama media partner tersebut atau
langsung saja nama admin tersebut? Tapi mungkin tidak untuk sekarang.
Bagaimana
awal mulanya saya bisa kenal dengan dia. Begini, sebagai penyelenggara sebuah
lomba, saya membutuhkan beberapa media partner untuk mempromosikan lomba
tersebut. Dari beberapa media partner yang saya hubungi, beberapa memberi
tanggapan, seperti tarif yang harus dibayar, nomor contact person yang harus
dihubungi dan lain sebagainya.
Beberapa
media partner yang sudah membalas, saya tindak lanjuti. Tapi sayang, sebelum
saya menindaklanjuti semua, handphone saya justru mengalami masalah yang tak
terduga.
Kurang
beruntung memang. Karena riwayat obrolan saya di Line menjadi hilang semua, dan
sayapun juga lupa media partner mana saja yang sudah saya hubungi. Ya sudah.
Tidak apa-apa.
Dan
di saat inilah, di saat saya sudah mulai mengikhlaskan beberapa aplikasi yang
terpaksa saya download ulang. Tiba-tiba justru sebuah pesan yang kurang
mengenakkan masuk. Dia, yang selanjutnya akan saya sebut X saja, menanyakan
bagaimana kelanjutan kerja sama kami, dengan cara yang tidak sopan.
Iya
tidak sopan karena pertanyaan yang dia utarakan justru menyinggung saya,
padahal saya sudah menjelaskan bila handphone saya sedang mengalami masalah,
sehingga saya tidak bisa menghubunginya lagi.
Tapi
ya begitu, oleh X jawaban saya justru dipentalkan sejauh-jauhnya, kemudian
memosisikan saya seperti seorang tersangka yang tidak boleh membela diri. Namun
sayang, dia memilih partner debat yang salah, karena saya tidak salah, saya
bantai balik pernyataannya, sebab jika saya merasa benar, maka saya harus
memperjuangkan.
Hingga
percakapan kami berjalan cukup panjang dan sedikit emosional. Bahkan dia, yang
katanya sedang mengenyam pendidikan s2 di dua kampus sekaligus di Malang,
sedang magang di 12 media, sedang menggarap tesis dan sedang-sedang lainnya,
yang pokoknya menunjukkan pada saya, bila dia hebat, bahkan dia sempat
meninggalkan nama akun instagramnya di ruang obrolan kami.
Karena
dia meninggalkan nama akun instagramnya, yasudah saya buka. Dan benar, saya
akui dia hebat, jauh sekali dengan saya yang masih duduk di bangku sekolah
tingkat akhir ini. Dia memang jauh lebih berpengalaman. Dan jauh lebih HEBAT.
Tapi
sayang, di tengah kehebatannya itu, justru kemampuan dia berkomunikasi
sangatlah buruk. Saya tidak bilang, saya lebih baik. Tapi setidaknya sebagai
orang yang telah bertemu banyak orang,
telah mencapai banyak prsestasi, telah mengenyam bangku pendidikan sampai
kuliah s2 di sebuah univeristas negeri, harusnya paham bagaimana menyaring
kata-kata, mana yang baik untuk diutarakan, mana yang tidak.
Sampai
akhir, kami terus berkirim pesan. Bahkan dia juga menantang untuk ketemuan,
sebab dikiranya saya tidak paham etika-etika dalam bekerja sama dengan media
partner. Iya benar, saya memang tidak paham. Saya mau, tapi juga menolak,
karena saya disuruh pergi ke Malang, tapi kenapa kok saya yang repot. Karena
dia sendiri yang sedari awal mencari masalah.
Dan
setelah cukup lama berkutat dalam percakapan tersebut, mungkin karena
kesibukannya, ia memilih untuk berhenti, bahkan janji ketemuan tadi, juga
dibatalkan. Dia tiba-tiba minta maaf, mengakui kesalahannya. Dan saya Cuma
membalsnya dengan, “Iya terima kasih, senang bisa mendengar pengalamanmu J”
Sudah
itu saja. Cerita ini selesai dan saya ingin melanjutkan mengerjakan pekerjaan
rumah saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar