Selasa, 13 Februari 2018

Dear you.

Akan selalu ada yang menjatuhkanmu, tidak peduli sekokoh apapun, tembok besi yang  kamu bangun, di sekeliling hatimu. Mereka yang benci, akan terus melukai. Mereka yang suka, akan meluangkan waktunya untuk mendengarkan kita bercerita.
Dari semua luka yang ada, tangis yang tak kunjung reda, kita akan sambil menyeleksi satu-satu, mana yang memang benar-benar berusaha untuk terus ada di sisi kita, atau yang hanya pura-pura peduli, untuk  menjadi pantas saja, karena menyebut dirinya sendiri adalah teman kita. Padahal kita tidak menganggapnya begitu.

Jujur saja, aku tak pernah benar-benar percaya bila teman baik itu ada. Dulu. Sebelum banyak kejadian, memutar balikkan hidupku, ke atas dan ke bawah berulang kali. Sebab dulu, aku selalu berpikir, aku selalu bisa menghadapi semuanya sendiri. Sok kuat. Sok mampu. Sok tidak butuh bantuan. Karena keyakinanku, buat apa punya teman, kalau mereka cuma baik di depan, munafik, tidak pernah mendukungmu, atau diam-diam justru jadi bagian yang menjatuhkanmu. Hal tersebut bertahan untuk 2 tahun lamanya, atau tiga mungkin. Entahlah tapi yang jelas, keyakinan yang aku pegang kuat-kuat tersebut, di akhir, justru menjatuhkan aku, sejatuh-jatuhnya, ke luka yang mendalam.
Karena pada akhirnya, setelah semua orang datang dan pergi, pura-pura mempedulikan aku yang sakit hati. Ada yang tetap berdiri di sampingku. Pura-pura tak mendengarkan, ketika aku memintanya pergi. Atau pura-pura pergi, padahal aku tahu, dia ada di belakangku sepanjang waktu. Menjagaku, bia suatu saat, kewarasanku hilang, dan ingin menabrakkan diri ke kendaraan di depanku. Ini akan terdengar sangat berlebihan. Tapi sungguh. Aku pernah ada di sana. Di titik, yang mau hidup atau mati, terserah pada truk yang melintas di depan mataku.  Sekacau itu. Segila itu. Seberlebihan itu. Whatever you called it.
Nyatanya saat itu, pikiran memang tak bisa jernih. Yang ada hanya overthinking, perasaan yang sensitive dan banyak hal lain, yang membuat stress berkepanjangan. Hingga ada orang, yang tetap menemaniku berjuang, mendengarkan setiap ide-ide bangsat soal mengakhiri hidup, melihat sembab di mataku, menemani aku menangis di sudut tangga sekolah. Dan semua hal, yang sampai kapanpun, aku berjanji, tidak peduli sebenci apa aku dengan orang ini nantinya, aku akan berusaha sekuat mungkin untuk mengingat apa yang telah ia lakukan padaku.
Dan sebelum tulisan ini usai. Aku ingin bilang.
Dear, I write it for you. Yang kuat ya, hidup memang soal mengabaikan, omongan-omongan lancang,  mengenai hidup kita. Mereka tidak tahu apa-apa. Kamu yang punya otoritas soal hidupmu. Tidak apa. Bersedihlah untuk hari ini, ataupun sampe esok selanjutnya. Aku akan setia mendengarkan, setiap keluh kesahmu ataupun tangisanmu di telpon seusai semua lelahmu menahan amarah. Tidak papa, sungguh. Untuk kamu, akan aku abaikan sebentar masalah lain di hidupku. Toh dulu kamu juga begitu, tetap mendengarkan, tidak menghujatku berlebihan, alay atau semacamnya. Maka aku juga harus begitu. I swear, i'll beside u, as long as I can.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar